A.
JUDUL
PENEGAKAN HUKUM
LINGKUNGAN HIDUP DALAM MENGATASI PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM
(STUDI KASUS DI DESA PESAREHAN, KECAMATAN ADIWERNA, KABUPATEN TEGAL)
B.
PERMASALAHAN
Permasalahan
yang diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah
dampak yang ditimbulkan oleh industri pengecoran logam di Desa Pesarehan,
Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal?
2. Bagaimana
upaya pemerintah dalam menangai kasus pencemaran limbah industri pengecoran
logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal?
3. Bagaimana
penegakan Hukum Lingkungan Hidup terhadap kasus pencemaran limbah industri
pengecoran logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal?
C.
PEMBAHASAN
Pembangunan
ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dasar negara republik
indonesia tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam prosesnya, pembangunan nasional
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan tidak semulus sesuai dengan
harapan. Sebagai contoh adalah banyaknya kasus pencemaran dan banjir di
Indonesia, kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, dan illegal logging. Kasus-kasus
tersebut telah menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup. Kualitas
lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan
konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
Salah
satu kasus pencemaran lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini adalah kasus
pencemaran limbah industri pengecoran logam yang terjadi di Desa Pesarehan,
Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Untuk mengetahui perkembangan kasus ini,
maka perlu dilakukan pengkajian mendalam mengenai dampak-dampak yang
ditimbulkannya, usaha pemerintah dalam menangani kasus ini, serta penegakan
hukumnya.
1.
Dampak
yang Ditimbulkan oleh Industri Pengecoran Logam di Desa Pesarehan, Kecamatan
Adiwerna, Kabupaten Tegal
Desa
Pesarehan adalah salah satu desa di Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Mata
pencaharian sebagian besar masyarakat di sini adalah usaha industri pengecoran
logam dengan bahan dasar kuningan dan almunium. Kegiatan
industri pengecoran logam di daerah tersebut menghasilkan limbah padat dalam
jumlah yang cukup besar. Dalam Kedaulatan Rakyat edisi 28 November 2011, Kepala
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal, Suharmanto mengungkapkan
bahwa limbah padat di kawasan industri logam yang menyatu dengan permukiman
warga tersebut telah mencemari lingkungan, termasuk kandungan air, tanah,
polusi udara, serta kebisingan suara. Kegiatan pengolahan dan pengecoran logam
tersebut telah berlangsung puluhan tahun
sehingga tingkat pencemaran lingkungan di kawasan industri tersebut
telah menunjukkan kadar yang tinggi.
Berdasarkan
data analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), jumlah pengusaha industri
logam di Desa Pesarean pada 2007 tercatat 300 orang, saat ini sekitar 150 orang
yang setiap hari melakukan aktivitas peleburan, galvanis, elektroplanting,
pembuatan arde listrik, dan kegiatan pengolahan logam lainnya.
Kegiatan
peleburan dan pengecoran logam menimbulkan pencemaran udara. Beberapa parameter
telah menunjukan kadar udara tinggi yakni tingkat pencemaran debu di wilayah
tersebut telah jauh melebihi ambang batas yakni 5.429.969 ug per meter kubik
sedangkan ambang batas udara 230 ug per meter kubik. Selain itu, kadar timbal
mencapai 128.672 ug per meter kubik di lokasi peleburan, padahal ambang
batasnya 12 ug per meter kubik, dan 2.317 ug per meter kubik di lokasi yang tidak
ada proses produksi. Tingkat kebisingan pada lokasi 80,3 dBA sedangkan batas
ambang 70 dBA, sehingga masuk kategori dampak kebisingan dengan getaran adalah
negatif penting yang disebabkan oleh beradunya logam dengan logam, mesin
generator dengan mesin generator atau genset. Bahkan, limbah padat yang
menumpuk di sekitar permukiman antara lain berupa debu dan butiran logam saat
ini telah mencapai 10.000 ton dengan kandungan logam di bawah 17 persen tidak
layak diolah lagi. Sifat limbah padat tersebut masuk kategori sangat potensial
mencemari lingkungan, mencemari kandungan air, dan tanah di Desa Pesarean.
Udara
yang telah tercemar tersebut juga berbahaya bagi kesehatan manusia. Hasil
penelitian Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Puskesmas,
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), dan Medical
Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia menunjukkan kandungan timbal
(Pb) melebihi ambang batas, sehingga membahayakan kesehatan. Penelitian ini
dilakukan dengan mengambil sampel darah warga sebanyak 50 orang yang bermukim
di wilayah tersebut. Hasilnya tercatat 46 orang tercemar timbal dan 12 orang di
antaranya dalam kondisi bahaya.
Direktur
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Derry Pantjadarma (Suara
Pantura edisi 23 November 2011) mengungkapkan bahwa saat ini sudah mulai
terlihat adanya gejala-gejala yang ditimbulkan dari pencemaran tersebut,
seperti kulit gatal-gatal, kerusakan genetika, terjadinya kelumpuhan dan adanya
infeksi saluran pernapasan. Adapun untuk kerusakan lingkungan sudah sangat
terlihat dari tercemarnya air di sumur, sehingga sudah tidak layak dikonsumsi,
dan lahan pembuangan limbah sudah tidak bisa ditanami tanaman. Bahkan tumbuhan
juga sudah banyak yang mati.
2.
Upaya
Pemerintah Dalam Menangai Kasus Pencemaran Limbah Industri Pengecoran Logam di
Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal
Sejauh
ini, upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tegal terhadap para
perajin logam adalah dengan merelokasi usaha pengecoran logam ke Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Kebasen, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal. Kebasen
dipilih sebagai tempat relokasi karena Kebasen merupakan kawasan yang jauh dari
pemukiman sehingga dinilai cukup aman bagi masyarakat. Pemkab juga memberikan
bantuan berupa tungku pengecoran logam atau gesali
kepada tiap-tiap perajin yang sudah direlokasi. Namun, masih terdapat 30 orang
perajin yang belum berpindah ke sana (Suara Pantura, 15 November 2011).
Pemerintah
hendaknya tegas dalam menindaklanjuti kasus ini, bukan hanya melakukan relokasi
namun juga termasuk penegakan hukumya, terutama hukum tentang pengelolaan
lingkungan hidup karena dampak yang ditimbulkan oleh usaha pengecoran logam ini
sangat membahayakan masyarakat sekitar.
3.
Penegakan
Hukum Lingkungan Hidup terhadap kasus pencemaran limbah industri pengecoran
logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal
Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat beberapa pasal yang
berhubungan dengan kasus di atas. Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa pencemaran
lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa telah terjadi pencemaran lingkungan di Desa Pesarehan,
Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Pencemaran terutama disebabkan oleh limbah
Pb (timah) yang termasuk B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang dihasilkan dalam
industri pengecoran logam. Dalam pasal yang sama juga disebutkan bahwa Bahan
Berbahaya dan Beracun adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lainnya.
Setiap
orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau
menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3 (Pasal 58 ayat 1) dan setiap orang
yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya (Pasal 59 ayat 1). Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian
kegiatan yang mencakup pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, dan/atau pengolahan, termasuk penimbunan limbah B3 (Penjelasan
Pasal 59). Namun, pada kenyataannya masyarakat belum mampu melakukan pengelolaan
limbah Pb yang termasuk B3 sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan.
Pemerintah
telah berusaha merelokasi usaha pengecoran logam ke Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Kebasen, namun masih terdapat 30 perajin yang belum pindah. Mengingat dampak yang telah ditimbulkan oleh kasus pencemaran
limbah industri pengecoran logam ini sangat besar maka Penegakan hukum terhadap kasus ini hendaknya
dapat dilakukan secara tegas, baik secara adiministratif, perdata, maupun
pidana. Pemerintah seharusnya memberikan sanksi administratif bagi mereka yang
belum pindah, yaitu berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin
lingkungan, atau pencabutan izin lingkungan (Pasal 76 ayat 2). Jika sanksi
administratif tersebut dinilai tidak efektif, maka pemerintah dapat menerapkan
sanki pidana atas kasus tersebut sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).
Sanksi
pidana yang dapat diberikan adalah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 103 berikut.
“Setiap
orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah)” (Pasal 103).
Pemerintah sebagai pusat informasi seharusnya
menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai hal yang terkait dengan usaha
pengecoran logam. Termasuk juga melakukan sosialisasi UU RI No 32 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 62 ayat 2
bahwa sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan
terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat. Apalagi usaha ini
sudah berlangsung puluhan tahun. Diawal juga sudah disebutkan bahwa usaha ini
sudah mempunyai AMDAL yang disusun pada tahun 2007. Namun AMDAL tersebut perlu
dikaji ulang karena dampak yang ditimbulkan semakin membahayan masyarakat. Hal
ini juga menimbulkan pertanyaan apakah AMDAL 2007 itu sesuai fakta yang ada di
lapangan ataukah ada unsur manipulasi dalam proses proses penyusunannya. Penyusunan
AMDAL juga sudah diatur dalam Pasal 22 sampai dengan 33 UU RI No 32 Tahun 2009
dan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan. Jika AMDAL tersebut disusun melalui langkah-langkah yang benar maka
dampak negatif yang timbul dapat diminimalisir karena studi AMDAL dimaksudkan
agar pembangunan suatu usaha industri dapat berlangsung secara
berkesinambungan, dimana terdapat keseimbangan antara eksploitasi sumber daya
alam, SDM, dan kelestarian alam sekitar, dengan cara mengelola buangan/limbah
industri sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan sekitarnya.
Kegiatan pengecoran logam ini juga sudah mengakibatkan
terjadinya pencemaran lingkungan, baik air, tanah, polusi
udara, serta kebisingan suara yang telah melebihi ambang batas. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat disekitarnya.
Sehingga juga bisa diberlakukan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 99 yaitu
sebagai berikut.
1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling
sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
(Pasal 99)
Bagi masyarakat yang mengalami kerugian akibat
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup karena limbah pengecoran logam
ini juga berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan
dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat (Pasal 91 ayat 1). Hal
ini dapat dilakukan karena pada dasarnya setiap orang berhak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia (Pasal 65 ayat
1).
Meskipun
telah terjadi beberapa ketidaksesuaian dengan undang-undang pengelolaan
lingkungan hidup, namun sejauh ini belum ada tindakan hukum dari pemerintah,
baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat terhadap para perajin industri
pengecoran logam di Desa Pesarehan. Usaha yang dilakukan pemerintah baru
sebatas melakukan relokasi. Pemerintah hendaknya tegas dalam menegakkan hukum
terhadap kasus ini mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya sangat besar.
D.
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Dampak
yang ditimbulkan oleh industri pengecoran logam di Desa Pesarehan, Kecamatan
Adiwerna, Kabupaten Tegal adalah terjadinya pencemaran air, tanah, udara, dan
kebisingan suara yang melebihi ambang batas.
2. Upaya
pemerintah dalam menangai kasus pencemaran limbah industri pengecoran logam di
Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal adalah baru sebatas
melakukan relokasi.
3. Penegakan
Hukum Lingkungan Hidup terhadap kasus pencemaran limbah industri pengecoran
logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal belum dilakukan
oleh pemerintah, baik secara adminisratif maupun pidana.
E.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2011.
Pesarean, Adiwerna, Tegal. On line at:
http://wikipedia.org./pesarean-adiwerna-tegal
[diakses tanggal 1 Mei 2012]
Kedaulatan
Rakyat. 28 November 2011. Pencemaran Lingkungan di Pesarean Makin Parah.
Yogyakarta. On line at
http://krjogja.com/read/109645/www.computa.co.id/computashop/
[diakses Selasa, 1 Mei 2012]
Murdianto, Heri.
2009. Instrumen-Instrumen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup. On line at:
http://umum.kompasiana.com/2009/06/19/instrumen-instrumen-penegakan-hukum-lingkungan-terhadap-pelanggaran-hukum-lingkungan-hidup/
[Diakses tanggal 1 Mei 2012]
Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
Suara Pantura.
15 November 2011. Relokasi Perajin Logam Terkendala Biaya. Hal C (2-6)
Suara Pantura.
23 November 2011. Pencemaran Limbah di Tegal Harus Segera Ditangani. Hal I (2-4)
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Utami, Yuni
Setyo. 2010. Eksplorasi Unsur-Unsur Limbah Padat Pada Industri Pengecoran Logam
Di Desa Pesarean Kecamatan Talang Kabupaten Tegal (Skripsi). Semarang: Universitas Negeri Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar