Kamis, 25 Oktober 2012

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DALAM MENGATASI PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM (STUDI KASUS DI DESA PESAREHAN, KECAMATAN ADIWERNA, KABUPATEN TEGAL)

A.    JUDUL
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DALAM MENGATASI PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI PENGECORAN LOGAM (STUDI KASUS DI DESA PESAREHAN, KECAMATAN ADIWERNA, KABUPATEN TEGAL)

B.     PERMASALAHAN
Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Apakah dampak yang ditimbulkan oleh industri pengecoran logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal?
2.      Bagaimana upaya pemerintah dalam menangai kasus pencemaran limbah industri pengecoran logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal?
3.      Bagaimana penegakan Hukum Lingkungan Hidup terhadap kasus pencemaran limbah industri pengecoran logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal?

C.    PEMBAHASAN
Pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam prosesnya, pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan tidak semulus sesuai dengan harapan. Sebagai contoh adalah banyaknya kasus pencemaran dan banjir di Indonesia, kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, dan illegal logging. Kasus-kasus tersebut telah menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup. Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
Salah satu kasus pencemaran lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini adalah kasus pencemaran limbah industri pengecoran logam yang terjadi di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Untuk mengetahui perkembangan kasus ini, maka perlu dilakukan pengkajian mendalam mengenai dampak-dampak yang ditimbulkannya, usaha pemerintah dalam menangani kasus ini, serta penegakan hukumnya.

1.      Dampak yang Ditimbulkan oleh Industri Pengecoran Logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal
Desa Pesarehan adalah salah satu desa di Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Mata pencaharian sebagian besar masyarakat di sini adalah usaha industri pengecoran logam dengan bahan dasar kuningan dan almunium. Kegiatan industri pengecoran logam di daerah tersebut menghasilkan limbah padat dalam jumlah yang cukup besar. Dalam Kedaulatan Rakyat edisi 28 November 2011, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal, Suharmanto mengungkapkan bahwa limbah padat di kawasan industri logam yang menyatu dengan permukiman warga tersebut telah mencemari lingkungan, termasuk kandungan air, tanah, polusi udara, serta kebisingan suara. Kegiatan pengolahan dan pengecoran logam tersebut telah berlangsung puluhan tahun  sehingga tingkat pencemaran lingkungan di kawasan industri tersebut telah menunjukkan kadar yang tinggi.
Berdasarkan data analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), jumlah pengusaha industri logam di Desa Pesarean pada 2007 tercatat 300 orang, saat ini sekitar 150 orang yang setiap hari melakukan aktivitas peleburan, galvanis, elektroplanting, pembuatan arde listrik, dan kegiatan pengolahan logam lainnya.
Kegiatan peleburan dan pengecoran logam menimbulkan pencemaran udara. Beberapa parameter telah menunjukan kadar udara tinggi yakni tingkat pencemaran debu di wilayah tersebut telah jauh melebihi ambang batas yakni 5.429.969 ug per meter kubik sedangkan ambang batas udara 230 ug per meter kubik. Selain itu, kadar timbal mencapai 128.672 ug per meter kubik di lokasi peleburan, padahal ambang batasnya 12 ug per meter kubik, dan 2.317 ug per meter kubik di lokasi yang tidak ada proses produksi. Tingkat kebisingan pada lokasi 80,3 dBA sedangkan batas ambang 70 dBA, sehingga masuk kategori dampak kebisingan dengan getaran adalah negatif penting yang disebabkan oleh beradunya logam dengan logam, mesin generator dengan mesin generator atau genset. Bahkan, limbah padat yang menumpuk di sekitar permukiman antara lain berupa debu dan butiran logam saat ini telah mencapai 10.000 ton dengan kandungan logam di bawah 17 persen tidak layak diolah lagi. Sifat limbah padat tersebut masuk kategori sangat potensial mencemari lingkungan, mencemari kandungan air, dan tanah di Desa Pesarean.
Udara yang telah tercemar tersebut juga berbahaya bagi kesehatan manusia. Hasil penelitian Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Puskesmas, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), dan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia menunjukkan kandungan timbal (Pb) melebihi ambang batas, sehingga membahayakan kesehatan. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel darah warga sebanyak 50 orang yang bermukim di wilayah tersebut. Hasilnya tercatat 46 orang tercemar timbal dan 12 orang di antaranya dalam kondisi bahaya.
Direktur Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Derry Pantjadarma (Suara Pantura edisi 23 November 2011) mengungkapkan bahwa saat ini sudah mulai terlihat adanya gejala-gejala yang ditimbulkan dari pencemaran tersebut, seperti kulit gatal-gatal, kerusakan genetika, terjadinya kelumpuhan dan adanya infeksi saluran pernapasan. Adapun untuk kerusakan lingkungan sudah sangat terlihat dari tercemarnya air di sumur, sehingga sudah tidak layak dikonsumsi, dan lahan pembuangan limbah sudah tidak bisa ditanami tanaman. Bahkan tumbuhan juga sudah banyak yang mati.

2.      Upaya Pemerintah Dalam Menangai Kasus Pencemaran Limbah Industri Pengecoran Logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal
Sejauh ini, upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tegal terhadap para perajin logam adalah dengan merelokasi usaha pengecoran logam ke Perkampungan Industri Kecil (PIK) Kebasen, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal. Kebasen dipilih sebagai tempat relokasi karena Kebasen merupakan kawasan yang jauh dari pemukiman sehingga dinilai cukup aman bagi masyarakat. Pemkab juga memberikan bantuan berupa tungku pengecoran logam atau gesali kepada tiap-tiap perajin yang sudah direlokasi. Namun, masih terdapat 30 orang perajin yang belum berpindah ke sana (Suara Pantura, 15 November 2011).
Pemerintah hendaknya tegas dalam menindaklanjuti kasus ini, bukan hanya melakukan relokasi namun juga termasuk penegakan hukumya, terutama hukum tentang pengelolaan lingkungan hidup karena dampak yang ditimbulkan oleh usaha pengecoran logam ini sangat membahayakan masyarakat sekitar.

3.      Penegakan Hukum Lingkungan Hidup terhadap kasus pencemaran limbah industri pengecoran logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat beberapa pasal yang berhubungan dengan kasus di atas. Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa telah terjadi pencemaran lingkungan di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Pencemaran terutama disebabkan oleh limbah Pb (timah) yang termasuk B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang dihasilkan dalam industri pengecoran logam. Dalam pasal yang sama juga disebutkan bahwa Bahan Berbahaya dan Beracun adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.  
Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3 (Pasal 58 ayat 1) dan setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya (Pasal 59 ayat 1). Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, dan/atau pengolahan, termasuk penimbunan limbah B3 (Penjelasan Pasal 59). Namun, pada kenyataannya masyarakat belum mampu melakukan pengelolaan limbah Pb yang termasuk B3 sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan.
Pemerintah telah berusaha merelokasi usaha pengecoran logam ke Perkampungan Industri Kecil (PIK) Kebasen, namun masih terdapat 30 perajin yang belum pindah. Mengingat dampak yang telah ditimbulkan oleh kasus pencemaran limbah industri pengecoran logam ini sangat besar maka Penegakan hukum terhadap kasus ini hendaknya dapat dilakukan secara tegas, baik secara adiministratif, perdata, maupun pidana. Pemerintah seharusnya memberikan sanksi administratif bagi mereka yang belum pindah, yaitu berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, atau pencabutan izin lingkungan (Pasal 76 ayat 2). Jika sanksi administratif tersebut dinilai tidak efektif, maka pemerintah dapat menerapkan sanki pidana atas kasus tersebut sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).
Sanksi pidana yang dapat diberikan adalah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 103 berikut.

Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)” (Pasal 103).

Pemerintah sebagai pusat informasi seharusnya menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai hal yang terkait dengan usaha pengecoran logam. Termasuk juga melakukan sosialisasi UU RI No 32 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 62 ayat 2 bahwa sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat. Apalagi usaha ini sudah berlangsung puluhan tahun. Diawal juga sudah disebutkan bahwa usaha ini sudah mempunyai AMDAL yang disusun pada tahun 2007. Namun AMDAL tersebut perlu dikaji ulang karena dampak yang ditimbulkan semakin membahayan masyarakat. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan apakah AMDAL 2007 itu sesuai fakta yang ada di lapangan ataukah ada unsur manipulasi dalam proses proses penyusunannya. Penyusunan AMDAL juga sudah diatur dalam Pasal 22 sampai dengan 33 UU RI No 32 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jika AMDAL tersebut disusun melalui langkah-langkah yang benar maka dampak negatif yang timbul dapat diminimalisir karena studi AMDAL dimaksudkan agar pembangunan suatu usaha industri dapat berlangsung secara berkesinambungan, dimana terdapat keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam, SDM, dan kelestarian alam sekitar, dengan cara mengelola buangan/limbah industri sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan sekitarnya.

Kegiatan pengecoran logam ini juga sudah mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan, baik air, tanah, polusi udara, serta kebisingan suara yang telah melebihi ambang batas. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat disekitarnya. Sehingga juga bisa diberlakukan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 99 yaitu sebagai berikut.

1)   Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2)   Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
3)   Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
(Pasal 99)

Bagi masyarakat yang mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup karena limbah pengecoran logam ini juga berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat (Pasal 91 ayat 1). Hal ini dapat dilakukan karena pada dasarnya setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia (Pasal 65 ayat 1).
Meskipun telah terjadi beberapa ketidaksesuaian dengan undang-undang pengelolaan lingkungan hidup, namun sejauh ini belum ada tindakan hukum dari pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat terhadap para perajin industri pengecoran logam di Desa Pesarehan. Usaha yang dilakukan pemerintah baru sebatas melakukan relokasi. Pemerintah hendaknya tegas dalam menegakkan hukum terhadap kasus ini mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya sangat besar.

D.    KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Dampak yang ditimbulkan oleh industri pengecoran logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal adalah terjadinya pencemaran air, tanah, udara, dan kebisingan suara yang melebihi ambang batas.
2.      Upaya pemerintah dalam menangai kasus pencemaran limbah industri pengecoran logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal adalah baru sebatas melakukan relokasi.
3.      Penegakan Hukum Lingkungan Hidup terhadap kasus pencemaran limbah industri pengecoran logam di Desa Pesarehan, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal belum dilakukan oleh pemerintah, baik secara adminisratif maupun pidana.

E.     DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Pesarean, Adiwerna, Tegal. On line at: http://wikipedia.org./pesarean-adiwerna-tegal [diakses tanggal 1 Mei 2012]

Kedaulatan Rakyat. 28 November 2011. Pencemaran Lingkungan di Pesarean Makin Parah. Yogyakarta. On line at  

Murdianto, Heri. 2009. Instrumen-Instrumen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup. On line at:    

Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Suara Pantura. 15 November 2011. Relokasi Perajin Logam Terkendala Biaya. Hal C (2-6)

Suara Pantura. 23 November 2011. Pencemaran Limbah di Tegal Harus Segera Ditangani. Hal I (2-4)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Utami, Yuni Setyo. 2010. Eksplorasi Unsur-Unsur Limbah Padat Pada Industri Pengecoran Logam Di Desa Pesarean Kecamatan Talang Kabupaten Tegal (Skripsi). Semarang: Universitas Negeri Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar