Minggu, 11 November 2012

Kebijakan Pengelolaan Geothermal di Indonesia


Sesuai dengan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025, arah kebijakan energi di Indonesia adalah
a.       Konservasi energi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi di sisi suplai dan pemanfaatan (Demand Side).
b.      Diversifikasi energi untuk meningkatkan pangsa energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional.
Sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, energi panas bumi termasuk dalam Rencana Induk Diversifikasi Energi Nasional (RIDEN), yaitu salah satu energi terbarukan. Potensi panas bumi di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia dan  mencapai 29.038 MW (Badan Geografi tahun 2010). Dari potensi sebesar itu, baru 2,2 % atau sekitar 645 MW yang telah dimanfaatkan pemerintah melalui pembangkit tenaga listrik tenaga panas bumi (PLTP). Untuk memanfaatkan potensi panas bumi di Indonesia, Pemerintah menargetkan pengembangan PLTP pada Program Percerpatan 10.000 MW Tahap II s.d. tahun 2014, yang meliputi Pengembangan Lapangan Eksisting yang Sudah Bereproduksi sebesar 645 MW, Pengembangan Lapangan Eksisting yang Belum Bereproduksi sebesar 1.535 MW, dan Pengembangan WKP Baru sebesar 1.787 MW. Dengan demikian total Pengembangan Panas Bumi mencapai 3.967 MW.
Untuk mewujudkan pengembangan industri dalam negeri dalam pengelolaan panas bumi, melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pemerintah menetapkan Program Prioritas Nasional Pemerintah di bidang energi yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang RPJMN 2010-2014, yaitu Pengembangan Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Skala Kecil. 
Dalam hal ini, pemerintah mengusahakan pengembangan PLTP berkapasitas 5 Mw dengan mendorong industri manufaktur dalam negeri untuk meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).  PLTP skala kecil ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan daerah yang kaya sumber panas bumi, namun masih menggantungkan sumber listriknya dari energi fosil, seperti di NTB, NTT, Maluku, dan Maluku Utara. Pada daerah-daerah tersebut, PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) merupakan sumber pembangkit listrik utama dengan total kapasitas mencapai 200 Mw. Dengan adanya program ini, PLTD pun disubstitusi dengan PLTP skala kecil sehingga mampu menghemat penggunaan BBM lebih dari Rp1,1 triliun/tahun. Keberhasilan pengembangan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan PLTP skala kecil di Indonesia yang sangat tinggi.
Pemerintah melalui BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) juga sedang mengembangkan PLTP skala kecil berkapasitas 3 Mw dimana seluruh proses pembangunan sampai dengan komponennya dilakukan secara masimal di dalam negeri. Pembinaan terhadap industri manufaktur oleh pemerintah juga diharapkan akan mampu memberikan multiplier effect dalam pengembangan industri komponen skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang merupakan kluster industri besar tersebut. 
Selain dilakukan secara mandiri, pemerintah juga melakukan kerjasama dengan pihak negara lain, seperti Jerman dan Selandia Baru untuk mengembangkan potensi panas bumi ini. Melalui kerja sama dengan pihak Jerman, PLTP mengembangkan binary cycle dengan kapasitas maksimum 1 Mw sistem modular melalui tahapan pengembangan prototipe PLTP binary cycle 2 Kw dan pilot plant PLTP binary cycle 100 Kw. Sedangkan kerja sama dengan pihak Selandia Baru yang dilakukan tanggal 17 April lalu, meliputi 
a.          Pembangunan laboratorium panas bumi yang dioperasikan secara bersama,
b.          Penelitian bidang geologi, geofisika dan cadangan regional bersama,
c.           Bantuan implementasi acid brine treatment di lapangan Lahendong,
d.          Bantuan peningkatan kualitas SDM PT. PGE yang meliputi pelatihan dan pendidikan lebih lanjut di Universitas Auckland, dan
e.           Memfasilitasi kerjasama antara perusahaan panas bumi Indonesia dengan Selandia Baru.
Kedepannya, diharapkan Indonesia mampu memanfaatkan energi panas bumi sampai kapasitas 12.000 MW. Selain itu, target pembauran energi sebesar 25 % pada tahun 2025 juga menjadi dorongan bagi pemerintah melalui Kementrian ESDM untuk terus melakukan upaya untuk mencapai target tersebut. 
Pengelolaan energi panas bumi melibatkan pemerintah pusat, daerah, dan kabupaten/kota. Kewenangan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan pertambangan Panas Bumi antara lain sebagai berikut (Pasal 5 UU No. 27 Tahun 2003).
  1. Pembuatan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan Panas Bumi.
  2. Pembuatan kebijakan nasional.
  3. Pembinaan pengusahaan dan pengawasan pertambangan Panas Bumi pada wilayah lintas provinsi.
  4. Pemberian izin dan pengawasan pertambangan Panas Bumi pada wilayah lintas provinsi.
  5. Pengelolaan informasi geologi dan potensi Panas Bumi.
  6. Inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas Bumi nasional.
Kewenangan provinsi dalam pengelolaan pertambangan Panas Bumi antara lain sebagai berikut (Pasal 6 UU No. 27 Tahun 2003).
  1. Pembuatan peraturan perundang-undangan di daerah di bidang pertambangan Panas Bumi.
  2. Pembinaan pengusahaan dan pengawasan pertambangan Panas Bumi di wilayah lintas kabupaten/kota.
  3. Pemberian izin dan pengawasan pertambangan Panas Bumi di wilayah lintas kabupaten/kota.
  4. Pengelolaan informasi geologi dan potensi Panas Bumi di wilayah lintas kabupaten/kota.
  5. Inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas Bumi di provinsi.
Kewenangan kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan Panas Bumi meliputi hal-hal sebagai berikut (Pasal 7 UU No. 27 Tahun 2003).
  1. Pembuatan peraturan perundang-undangan di daerah di bidang pertambangan Panas Bumi di kabupaten/kota.
  2. Pembinaan dan pengawasan pertambangan Panas Bumi di kabupaten/kota.
  3. Pemberian izin dan pengawasan pertambangan Panas Bumi di kabupaten/kota.
  4. Pengelolaan informasi geologi dan potensi Panas Bumi dikabupaten/kota.
  5. Inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas Bumi di kabupaten/kota.
  6. Pemberdayaan masyarakat di dalam ataupun di sekitar Wilayah Kerja di kabupaten/kota.
Kebijakan-kebijakan Pemerintah tentang Panas Bumi antara lain dituangkan dalam beberapa regulasi yang berhubungan dengan Pengusahaan Panas Bumi di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
  1. UU No 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi
Undang-undang panas bumi mencakup ketentuan mengenai kewenangan pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan kabupaten/kota, wilayah kerja, kegiatan operasional dan pengusahaan, penggunaan lahan, perizinan, hak dan kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Panas Bumi, penerimaan negara, pembinaan dan pengawasan.
  1. UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi
Sesuai dengan Pasal 1, panas bumi merupakan sumber energy terbarukan. Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelala dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisar, laut.
  1. UU No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
  2. PP No. 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi
Sesuai dengan PP No. 59 Tahun 2007 jo. UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, pemerintah menetapkan bahwa kegiatan usaha panas bumi mencakup survei pendahuluan, eksplorasi, studi kelayakan, eksploitasi dan pemanfaatan, yaitu sebagai berikut.
1)      Survei Pendahuluan adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika, dan  geokimia untuk memperkirakan letak dan adanya sumber daya Panas Bumi serta  Wilayah Kerja.
2)      Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi,  geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang  bertujuan untuk memperoleh dan menambah informasi kondisi geologi bawah  permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan potensi Panas Bumi.
3)      Studi  Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi  untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk  menentukan kelayakan usaha pertambangan Panas Bumi, termasuk penyelidikan atau  studi jumlah cadangan yang dapat dieksploitasi.
4)      Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan pada suatu wilayah kerja tertentu  yang meliputi pengeboran sumur pengembangan dan sumur reinjeksi, pembangunan  fasilitas lapangan dan operasi produksi sumber daya Panas Bumi.
5)      Pemanfaatan langsung adalah kegiatan usaha pemanfaatan energi dan/atau  fluida Panas Bumi untuk keperluan nonlistrik, baik untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri.
6)      Pemanfaatan tidak langsung untuk tenaga listrik adalah kegiatan usaha  pemanfaatan energi panas pumi untuk pembangkit tenaga listrik, baik untuk  kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri.
  1. PP No. 62 Tahun 2008 tentang Perubahan atas PP No. 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah-daerah tertentu.
  2. Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2010 tentang Penugasan Kepada PT. PLN (Persero) untuk Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik yang Menggunakan Energi Baru Terbarukan, Batubara, dan Gas.
Di tingkat pusat, terdapat peran dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral serta Menteri Keuangan. Sehubungan dengan Pengusahaan Panas Bumi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan beberapa kebijakan yang dituangkan dalam peraturan-peraturan berikut.
  1. Permen ESDM No. 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Kerta Pertambangan (WKP) Panas Bumi
  2. Permen ESDM No. 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi (sebagai perubahan atas Permen ESDM No. 05 Tahun 2007).
  3. Permen ESDM No. 05 Tahun 2009 tentang Pedoman Harga Pembelian Listrik oleh PT. PLN dari Koperas atau Badan Usaha Lain (sebagai perubahan atas Permen ESDM No. 14 Tahun 2008 tentang Harga Patokan Penjualan Listrik dari PLTP jo. Permen ESDM No. 269-12 Tahun 2008 tentang BPP Tenaga Listrik Tahun 2008 yang Disediakan oleh PT. PLN).
  4. Permen EDSM No. 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi
  5. Permen ESDM No. 31 Tahun 2009 tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. PLN (Persero) Kecil dan Menengah atau Kelebihan Tenaga Listrik
  6. Permen ESDM No. 32 tahun 2009 tentang Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT. PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
  7. Permen ESDM No. 15 Tahun 2010 tentang Daftar Proyek-Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Baru Terbarukan, Batubara, dan Gas serta Transmisi Terkait
Peraturan Menteri Keuangan berperan dalam merumuskan kebijakan fiskal. Agar harga jual listrik ke masyarakat tetap murah Menteri Keuangan mengeluarkan beberapa kebijakan yang dituangkan dalam peraturan-peraturan berikut sebagai  peraturan pelaksana PP No. 1 Tahun 2007 jo. PP No. 62 Tahun 2008.
  1. PMK No. 177/PMK.011/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi.
  2. PMK No. 021/PMK.011/2010 tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
  3. PMK No. 024/PMK.011/2010 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi untuk Tahun Anggaran 2010.
  4. PMK Nomor 01/PMK.07/2012 Tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam  Pertambangan Panas Bumi Tahun Anggaran 2012
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan sumberdaya alam energi panas bumi (geothermal) perlu adanya kerja sama lintas sektor agar kebijakan yang telah disusun dapat berjalan sesuai dengan harapan, seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah tingkat Provinsi, Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten, Badan Usaha-badan usaha, para Investor, dan menjalin mitra dengan luar negeri.

Referensi  :
Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025 sesuai Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006. Jakarta. 2006

Daftar Peraturan Panas Bumi di Indonesia. 2012. http://www.scribd.com/doc/34391788/DAFTAR-PERATURAN-PANAS-BUMI-DI-INDONESIA-2012 [diakses tanggal 9 November 2012]

Harsoprayitno, Sugiharto. 2010. Overview of Indonesian Laws. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia

Permatasari, Luluk. 2012. Pengelolaan Potensi Panas Bumi oleh Pemerintah. On-line. http://bem.feb.ugm.ac.id/index.php/publication/kajian/63-pengelolaan-potensi-panas-bumi-oleh-pemerintah [diakses pada tanggal 9 November 2012]

Saptadji, Nenny Miryani. 2011. Kebijakan Bidang Panas Bumi. Program Studi Magister Akademik Berorientasi Terapan Teknik Panas Bumi FTTM – ITB. On-line. http://majalahenergi.com/kebijakan/kebijakan-bidang-panas-bumi [diakses pada tanggal 9 November 2012]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar