Ilmu Lingkungan
"Ilmu Lingkungan mempersatukan antara sains dan sosial" (Sastranegara, 2012)
Jumat, 07 Maret 2014
Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Kamis, 06 Februari 2014
Kilas Balik Pemilu 1999 di Aceh Tengah
Sungguh rugi jika orang pada zaman sekarang memilih GOLPUT dari pada
menggunakan hak pilihnya. Kita warga negara Indonesia jadi kita harus memilih
pemimpin kita. Sungguh munafik jika anda tetap mengaku warga negara Indonesia,
tinggal di Indonesia, makan dari hasil bumi Indonesia, kerja di lembaga
pemerintah Indonesia dan menikmati gajinya, namun anda memilih GOLPUT. Setiap
orang tak ada yang sempurna begitu juga pemimpin kita, dia manusia yang sama
dengan kita tapi dia berani menjadi pemimpin negara ini yang sudah jelas-jelas itu tidak mudah. Dan atas
keberaniannya itu dia tidak hanya diminta pertanggungjawabannya di dunia, tapi
juga di akhirat.
Pemilu 1999 di Aceh masih membekas dalam pikiran saya. Saat itu
umur saya masih 10 tahun. Saya memang belum mempunyai hak pilih tapi saya belajar
dari pengalaman. Karena adanya reformasi, pemilu yang sejatinya akan
diselenggarakan lagi pada tahun 2002 (5 tahun setelah 1997) maka diadakan di
tahun 1999. Saat itu Provinsi Aceh sedang ramai-ramainya GAM (Gerakan Aceh
Merdeka). Kehidupan politik sangat labil di sana, tidak terkecuali di Kabupaten
Aceh Tengah tempat dimana saya dulu tinggal. Dari sekian banyak kabupaten dan
kota di Provinsi Serambi Mekah itu, Aceh Tengah memang kabupaten yang paling
aman dari kekerasan, namun tidak dengan politik. Tahun 1999 itu nyaris tidak
ada pemilu di sana. Kekhawatiran akan bahaya GAM dihari pemilu terus menghantui
masyarakat. Sehari sebelum pemilu tidak ada bilik-bilik tempat pemungutan
suara, bahkan malamnya para tokoh masyarakat masih mengadakan rapat untuk memutuskan
apakah akan ada pemilu atau tidak. Dari musyawarah itu memutuskan pemilu tetap
berlangsung namun tidak di desa kami, Desa Wihnareh. Pemilu dilaksanakan di
Desa Simpang Kelaping selaku ibukota Kecamatan Pegasing.
Keesokan harinya, berduyun-duyun masyarakat Kecamatan Pegasing
menuju ke Desa Simpang Kelaping. Jarak Desa Wihnareh dengan Desa Simpang
Kelaping cukup jauh, sekitar 3 Km namun mereka tetap menggunakan hak pilihnya
meski beberapa dari mereka harus berjalan kaki. Kami para pendatang dari luar
daerah, orang yang keamanannya terganggu tetap saja memperjuangkan hak pilih
kami.
Berhubung lokasinya yang jauh dan faktor keamanan, kami selaku
anak-anak juga turut serta ke Desa Simpang Kelaping. Untung saja, tetangga saya
ada yang punya mobil sehingga kami bisa ikut menumpang. Sesampainya di Desa
Simpang Kelaping, kami para anak-anak tinggal di dalam mobil dalam kondisi
tertutup rawat, tak seorang pun dari kami boleh keluar. Rasa dag-dig-dug terus
menghantui kami. Tempat parkir mobil ini berjarak sekitar 200 meter dari TPS. Mobil itu
berisi lebih dari 5 orang anak kecil: saya, kakak saya, adik saya yang masih
bayi, dan 3 orang anak kecil lainnya.
Area persawahan bekan panen di Desa Simpang Kelaping pun di sulap
menjadi area TPS massal. Ada beberapa TPS di sana. Masing-masing desa membangun
satu TPS mereka. Suasana tegang menyelimuti masyarakat saat berlangsungnya
pemungutan suara. Berbeda jauh dengan pemilu tahun 1997 dimana TPS masih berada
di desa masing-masing.
Semoga cerita ini bermanfaat dan membuat Anda yang berencana
GOLPUT untuk berpikir kembali.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Bencana Alam
Rencana Tata Ruang Wilayah adalah arahan kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang suatu wilayah. Selain terdapat RTRW nasional yang dibuat oleh
pemerintah, setiap daerah juga wajib membuat RTRW daerah baik di tingkat provinsi
maupun di tingkat kabupaten dan diperbaharui setiap dua puluh tahun. Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 merupakan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
PP ini dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. RTRW Nasional mencakup pengertian dan penetapan berbagai kawasan sebagai
perencanaan tata ruang wilayah nasional. Demikian halnya dengan RTRW Provinsi maupun
kabupaten. Dalam RTRW tersebut juga akan ditetapkan peruntukan kawasan-kawasan tertentu.
Namun, pada kenyataannya tata ruang di lapangan tidak sesuai dengan dokumen
RTRW yang telah dibuat. Hal inilah yang menjadi salah satu terjadinya bencana
alam yang tidak dikehendaki.
Sebagai contoh mari kita cermati Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pemalang Tahun 2011-2031. Kabupaten
Pemalang sebagai kota asal saya sehingga saya tahu persis keadaannya. RTRW
Kabupaten Pemalang telah disusun secara baik dan rinci, termasuk pendekatan
yang digunakan. Salah satu contohnya adalah mengenai sistem jaringan
pengelolaan lingkungan. Di dalam RTRW disebutkan
secara rinci mengenai kawasan peruntukan pertambangan yang tertuang dalam Pasal
67 sampai dengan Pasal 80. Dalam pasal-pasal tersebut disebutkan jenis-jenis
barang tambang beserta kawasan peruntukannya, yaitu nama kecamatan lengkap
dengan nama desanya. Misalkan saja kawasan peruntukan pasir-batu (sirtu) dan
tanah urug Kecamatan Pemalang berada di Desa Pegongsoran dan Surajaya.
Pencantuman barang tambang beserta peruntukannya secara rinci sangat penting
sekali mengingat kawasan Kabupaten Pemalang yang luas dan kaya akan barang
tambang. Hal ini juga penting untuk menghindari terjadinya pertambangan atau
penggalian ilegal.
Meskipun
demikian, pada kenyataannya tahun 2014 ini juga masih banyak dijumpai adanya
penggalian ilegal, terutama galian C di Kecamatan Belik. Dalam Pasal 69
disebutkan bahwa kawasan peruntukan pasir-batu (sirtu) dan tanah urug meliputi
Kecamatan Pemalang, Petarukan, Bantar Bolang, Bodeh, Ampelgading, Randudongkal,
dan Watu Kumpul. Dari isi Pasal 69 tersebut jelas tidak tercantum Kecamatan
Belik sebagai kawasan peruntukan sirtu dan tanah urug. Namun, ketika kita
melintasi jalan raya provinsi kolektor primer Randudongkal-Belik menuju ke Karangreja-Kabupaten
Purbalingga, kita akan menjumpai banyaknya penambangan sirtu dan tanah urug di
sepanjang jalan Kecamatan Belik, yaitu di Desa Bulakan, Beluk, dan Belik. Pada
tahun-tahun sebelumnya telah sering diberitakan bahwa lokasi penambangan galian
C (sirtu dan tanah urug) di daerah ini rawan akan bencana longsor (Suara
Merdeka, 19 November 2009). Menurut masyarakat di desa tersebut, galian C di
desanya itu sudah memiliki ijin. Menurut mereka, pertambangan sirtu dan tanah
urug di desa mereka memberikan manfaat yang sangat besar karena tanah yang
digali tersebut menjadi rata dan dapat dijadikan sawah produktif (Pemalang
Bersatulah, 7 April 2009). Selain
bertentangan dengan RTRW Kabupaten Pemalang, masalah pertambangan di Kecamatan
Belik juga bertentangan dengan RTRW Provinsi
Jawa Tengah.
Dalam RTRW Provinsi Jawa Tengah disebutkan bahwa: “kawasan peruntukan pertambangan" adalah kawasan yang diarahkan agar kegiatan pertambangan dapat berlangsung secara efisien dan produktif tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Langkah Pemerintah Daerah untuk tidak
mencantumkan Kecamatan Belik sebagai kawasan peruntukan sirtu dan tanah urug
mungkin sudah tepat untuk menghindari terjadinya bencana longsor, namun juga
perlu dipertegas dengan memberikan disinsentif bagi para penambang liar yang
saat ini masih beroperasi.
Selain rawan
bencana longsor, pembukaan lahan untuk pertambangan juga mengurangi daerah
resapan air karena hilangnya pohon-pohon yang berfungsi untuk mengikat air agar
tidak hanya mengalir di permukaan tanah. Ini jugalah yang menjadi penyebab
banjir bagi daerah bawahnya karena daerah atas yang seharusnya bisa menjadi
kawasan lindung beralih fungsi menjadi kawasan pertambangan.
Isu lain
yang ditemui dilapangan adalah mengenai sempadan pantai. Sempadan pantai sebagaimana disebutkan dalam Pasal 38 ditetapkan 100
(seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Berdasarkan survei
lapangan yang dilakukan pada tahun 2013 lalu, dapat diketahui bahwa masih banyak
bangunan yang berjarak kurang dari 100 meter dari bibir pantai. Bukan hanya
warung-warung makan, namun juga rumah-rumah penduduk di sekitar pantai, seperti
yang ada di Kelurahan Sugihwaras, Kecamatan Pemalang. Padahal, sesuai dengan
Pasal 47 huruf a, Kelurahan Sugihwaras termasuk salah satu kawasan rawan
gelombang pasang dan abrasi. Dalam pasal tersebut juga disebutkan
desa/kelurahan lainnya yang juga termasuk dalam kawasan rawan gelombang pasang
dan abrasi. Mengingat bahaya gelombang pasang, abrasi, dan global warming yang menyebabkan semakin tingginya permukaan air
laut, maka diperlukan adanya sosialisasi ataupun pemberian insentif dan
didisinsetif bagi masyarakat pesisir pantai Kabupaten Pemalang guna menghindari
hal tersebut.
Selain mengenai sempadan pantai, sempadan sungai tampaknya juga perlu
diperhatikan. Dalam Pasal 39 disebutkan bahwa sempadan sungai
sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari kiri kanan sungai besar dan 50
(lima puluh) meter di kiri kanan anak sungai yang berada diluar permukiman; dan
sempadan sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang cukup untuk
dibangun jalan inspeksi antara 10 (sepuluh) – 15 (lima belas) meter. Namun,
berdasarkan survei di lapangan dapat diketahui bahwa masih banyak penduduk yang
bermukim di sekitar sungai dengan jarak kurang dari 50 meter, bahkan hanya
sekitar 5 meter saja dari sungai. Padahal sesuai dengan isi Pasal 48,
disebutkan bahwa Kecamatan Pemalang adalah salah satu kawasan rawan banjir. Jadi jangan heran apabila hujan turun dengan lebat daerah-daerah di sekitar sempadan sungai kebanjiran karena seharusnya mereka tidak boleh bermukim di sempadan sungai sesuai jarak yang telah ditentukan. Namun lagi-lagi ini juga karena masalah kurangnya sosialisasi tentang sempadan sungai dan sempadan pantai.
Berdasarkan hal tersebut dapat kita
ketahui bersama bahwa ketidakoptimalan penerapan RTRW yang telah disusun
menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir, seperti banjir yang terjadi di
Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah beberapa hari yang lalu.
Banjir, Salah Siapa?
Akhir-akhir ini Indonesia sedang dilanda bencana alam dan yang
paling fenomenal adalah bencana banjir. Banjir telah melanda ibukota Jakarta,
bahkan hampir setiap tahun. Usaha menebar garam di daerah pantura untuk
mempercepat terjadinya hujan ternyata sia-sia karena justru memicu terjadinya
banjir di daerah lain seperti Jepara, Pati, Demak, Semarang, Kendal,
Pekalongan, dan Pemalang. Milyaran dana telah dibuang dengan sia-sia di lautan.
Banjir telah memakan puluhan korban jiwa dan ribuan orang harus mengungsi
karenanya. Banjir juga telah menimbulkan kerugian dari sektor ekonomi. Lihat
saja, akibat banjir beberapa pasar harus tutup sehingga tidak ada aktivitas
jual-beli di sana. Banjir yang menggenangi beberapa titik di jalur pantura
Pulau Jawa telah menyebabkan kemacetan yang juga berdampak pada transportasi
kebutuhan hidup masyarakat. Entah sudah beberapa milyar kerugian yang
diakibatkan oleh banjir. Pertanyaannya siapakah yang salah? Pemerintah?
Masyarakat? atau alam itu sendiri?
Masyarakat sering disalahkan sebagai penyebab terjadinya banjir
karena sering membuang sampah sembarangan dan menebang pohon secara liar. Namun
apakah betul itu sepenuhnya kesalahan mereka? Tentu saja tidak. Di sisi lain,
pemerintah dengan kemampuannya telah berupaya mengurangi terjadinya banjir
melalui beberapa kebijakannya. Banyak peraturan dan perundang-undangan yang berhubungan
dengan lingkungan telah di buat dan berbagai kebijakan lainnya namun banjir tetap
saja terjadi.
Beberapa perundang-undangan yang berhubungan dengan lingkungan
adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan
Hidup, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan
Pemerintah Nomo 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRW
Nasional), Peraturan Pemerintah PU Nomor 63 Tahun 1993 tentang Sempadan Sungai,
dan produk hukum lainnya. Berbagai peraturan dan perundang-undangan tersebut
telah dibuat, isinya lengkap dengan pengertian, tujuan, hak, kewajiban, sampai
dengan sanksi-sanksinya namun sayang penerapannya masih kurang optimal.
Permasalahan utama adalah kurangnya sosialisasi antara pemerintah dengan
masyarakat mengenai produk hukum yang telah dibuat. Masyarakat sendiri banyak
yang tidak tahu ada undang-undang tersebut, apalagi kalau ditanya isi dan
sanksinya. Saya sendiri juga tahu setelah saya menjadi mahasiswa Magister Ilmu
Lingkungan, sebelumnya saya tidak tahu sama sekali, bagaimana dengan orang yang
awam?
Rabu, 11 Desember 2013
PROSPEK PENGEMBANGAN PADI VARIETAS SIDENUK DAN MUGIBAT DENGAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN PEMALANG
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jumlah penduduk dunia semakin hari semakin
bertambah. Setiap pertumbuhan penduduk selalu menuntut pertumbuhan
faktor-faktor persediaan kebutuhan (supply)
yang meliputi pangan, papan, sandang, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya (Siahaan,
2004). Pangan sebagai kebutuhan primer harus bisa memenuhi kebutuhan
masyarakat, termasuk di Indonesia.
Di Indonesia sendiri padi atau beras masih
berperan sebagai pangan utama dan bahkan sebagai sumber perekonomian sebagian
besar penduduk di pedesaan. Hal ini tersurat
pada rumusan pembangunan pertanian bahwa sasaran indikatif produksi komoditas
utama tanaman pangan sampai tahun 2006 dan cadangan pangan pemerintah juga
masih berbasis pada beras. Dibandingkan
dengan bahan pangan lainnya, beras merupakan sumber energi dan sumber protein
paling murah. Oleh karena itu, peranan beras sebagai pangan utama tampaknya
sulit tergantikan oleh komoditas pangan lain (Aryunis dkk, 2008; Darwanto, 2005).
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang
Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Pemalang Tahun 2011-2031, Kabupaten Pemalang berpotensi untuk mengembangkan
sektor pertanian, yaitu program sawah lestari/lahan sawah abadi (Anonim, 2011).
Di Kabupaten Pemalang peningkatan produksi
padi masih berpeluang ditingkatkan dengan mengintroduksikan paket teknologi
budidaya varietas unggul padi sawah. Penggunaan padi varietas unggul merupakan
salah satu metode perbaikan teknis budidaya yang sangat erat kaitannya dengan
peningkatan produktivitas padi sawah.
Di sisi lain, orang semakin arif dalam
memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup
sehat dengan slogan “Back to Nature”
telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan
kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis, dan hormon tumbuh
dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi
dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik (Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2002).
Pertanian
organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami
tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik
adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman
bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya
hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan
jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan
nutrisi tinggi (nutritional attributes)
dan ramah lingkungan (eco-labelling
attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk
pertanian organik dunia meningkat pesat (Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 2002).
Padi
hasil pertanian organik ini selain untuk memenuhi kebutuhan lokal masyarakat
Kabupaten Pemalang juga bisa untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Hal ini tidak
menutup kemungkinan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Kabupaten
Pemalang. Sehingga diharapkan masyarakat dapat mencapai kesejahteraan, baik
dalam hal pangan maupun perekonomian.
B.
Permasalahan
Berdasarkan
uraian di atas, maka permasalahan dalam makalah ini adalah: bagaimana prospek
pengembangan padi Sidenuk dan Mugibat dengan sistem pertanian organik di
Kabupaten Pemalang?
C.
Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui prospek pengembangan padi Sidenuk
dan Mugibat dengan sistem pertanian organik di Kabupaten Pemalang.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Padi
Sidenuk dan Mugibat
Sidenuk
adalah perbaikan dari varietas Diah Suci, yang merupakan varietas hasil
persilangan Cilosari dan IR 74 yang kemudian dimutasikan dengan cara iradiasi. Sidenuk
berasal dari singkatan Si Dedikasi Nuklir. Varietas itu dirilis Mei 2011 lalu
berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 2257/Kpts/SR.120/2011. Diah Suci sendiri punya
rasa yang enak dan produktivitas tinggi. Tapi jika pemupukannya banyak, dia
akan rebah. Sedangkan Sidenuk tidak mudah rebah. Batang Sidenuk lebih pendek 15
cm dari Diah Suci.
Keunggulan
Diah Suci tetap dipertahankan di Sidenuk. Di antaranya adalah ketahanan
terhadap wereng strain 1, 2 dan 3, potong leher dan hawar daun. Demikian juga
produktivitas tinggi dan rasa yang pulen. Potensi produktivitas Sidenuk adalah
6,5 ton per hektar.
Adapun
varietas Mugibat adalah singkatan dari Mutasi Unggul Iradiasi Batan. Varietas
ini merupakan hasil mutasi dari varietas Cimelati yang dilepas BP Padi
Departemen Pertanian pada tahun 2003. Mugibat juga punya rasa pulen, tahan
wereng, potong leher dan hawar daun.
Padi
varietas Sidenuk dan Mugibat merupakan padi hasil penelitian Prof. Dr. Mugiono,
pemulia padi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Kedua padi ini dikembangkan
dengan sifat varietas padi unggul yang tahan hama, berproduktivitas tinggi, dan
rasanya enak lewat teknologi iradiasi. Iradiasi adalah salah satu cara
menciptakan keanekaragaman yang teknologinya sudah siap.Salah satu tujuannya
adalah menciptakan padi unggul sehingga mampu mengatasi tantangan ketahanan
pangan. BATAN juga berupaya untuk memberikan sosialisasi pada masyarakat bahwa
nuklir tidak selalu berdampak buruk. Pengembangan varietas padi dan penggunaan
teknologi nuklir dalam dunia kedokteran adalah salah satu contoh manfaat nuklir
(Utomo, 2011).
B.
Pertanian
Organik
Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian
yang holistik dan terpadu yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas
agroekosistem secara alamiah, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang
cukup berkualitas dan berkelanjutan (Badan Litbang Pertanian dalam Sumartono,
2010).
Beberapa kegiatan yang diharapkan dapat menunjang dan
memberikan kontribusi dalam meningkatkan keuntungan produktivitas pertanian
dalam jangka panjang, meningkatkan kualitas lingkungan, serta meningkatkan
kualitas hidup masyarakat pedesaan adalah sebagai berikut (Sudirja, 2008).
1.
Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu pendekatan
untuk mengendalikan hama yang dikombinasikan dengan metode-metode biologi,
budaya, fisik dan kimia, dalam upaya untuk meminimalkan; biaya, kesehatan dan
resiko-resiko lingkungan. Adapun contoh caranya
adalah sebagai berikut.
a. Penggunaan binatang-binatang yang diseleksi untuk mengendalikan hama atau dikenal musuh alami
hama, seperti Tricogama sp., sebagai
musuh alami dari parasit telur dan parasit larva hama tanaman.
b. Menggunakan tanaman-tanaman “penangkap” hama, yang
berfungsi sebagai pemikat (atraktan), yang menjauhkan hama dari tanaman utama.
2. Sistem Rotasi dan Budidaya
Rumput
Rotasi dimaksudkan pula untuk memberikan waktu bagi
pematangan pupuk organik. Areal
peternakan yang dipadukan dengan rumput atau
kebun buah-buahan dapat memiliki keuntungan ganda, antara lain ternak
dapat menghasilkan pupuk kandang yang
merupakan pupuk untuk areal pertanian.
3. Konservasi Lahan
Beberapa metode konservasi lahan termasuk penanaman
alur, mengurangi atau tidak melakukan pembajakan lahan, dan pencegahan tanah
hilang baik oleh erosi angin maupun erosi air. beberapa kegiatan konservasi
lahan antara lain sebagai berikut.
a. Menggunakan dam penahan erosi.
b. Melakukan penterasan.
c. Menggunakan pohon-pohon dan semak untuk menstabilkan
tanah.
4. Menjaga Kualitas Air/Lahan
Basah
Konservasi dan perlindungan sumberdaya air telah
menjadi bagian penting dalam pertanian.
Banyak diantara kegiatan-kegiatan pertanian yang telah dilaksanakan tanpa
memperhatikan kualitas air. Untuk menjaga kualitas air dapat dilakuka dengan
cara sebagai berikut.
a. Menggunakan irigasi tetes (drip irrigation).
b. Menggunakan jalur-jalur konservasi sepanjang tepi
saluran air.
c. Melakukan penanaman rumput bagi binatang ternak untuk
mencegah peningkatan racun akibat aliran
air limbah pertanian yang terdapat pada peternakan intensif.
5. Tanaman Pelindung
Penanaman tanaman-tanaman seperti vanili dan semanggi
pada akhir musim panen dapat menyediakan beberapa manfaat termasuk menekan
pertumbuhan gulma (weed), pengendalian erosi, dan meningkatkan nutrisi
dan kualitas tanah.
6. Diversifikasi Lahan dan
Tanaman
kondisi tanah dan melindungi lingkungan tanah. Peningkatan penggunaan sumberdaya nutrisi di
lahan pertanian, seperti pupuk kandang dan tanaman kacang-kacangan (leguminosa)
sebagai penutup tanah dapat mengurangi biaya pupuk anorganik yang harus
dikeluarkan. Beberapa jenis pupuk
organik yang bisa digunakan antara lain sebagai berikut.
a. Pengomposan
b. Penggunaan kascing
c. Penggunaan Pupuk Hijauan (dedaunan)
d. Penambahan nutrisi pada tanah dengan emulsi ikan dan
rumput laut.
7. Agroforestri (wana tani)
Agroforestri merupakan suatu sistem tata guna lahan
yang permanen, dimana tanaman semusim
maupun tanaman tahunan ditanam bersama atau dalam rotasi membentuk suatu tajuk
yang berlapis, sehingga sangat efektif untuk melindungi tanah dari hempasan air
hujan. Sistem ini akan memberikan
keuntungan baik secara ekologi maupun ekonomi.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan
lahan dengan sistem agroforestri ini antara lain sebagai berikut.
a. Dapat dicegah terjadinya serangan hama secara total
yang sering terjadi pada tanaman satu jenis (monokultur).
b. Keanekaragaman jenis tanaman yang terdapat pada sistem
agroforestri memungkinkan terbentuknya stratifikasi tajuk yang mengisi ruang
secara berlapis ke arah vertikal. Adanya
struktur stratifikasi tajuk seperti ini dapat melindungi tanah dari hempasan
air hujan, karena energi kinetik air hujan setelah melalui lapisan tajuk yang
berlapis-lapis menjadi semakin kecil daripada energi kinetik air hujan yang
jatuh bebas.
C.
Kabupaten Pemalang
Kabupaten Pemalang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah
yang terletak di pantai utara Pulau Jawa. Secara astronomis Kabupaten Pemalang
terletak antara 109°17'30"-109°40'30" BT dan 6°52'30"-7°20'11"
LS.
Kabupaten Pemalang memiliki topografi bervariasi.
Bagian Utara Kabupaten Pemalang merupakan daerah pantai dengan ketinggian
berkisar antara 1-5 meter di atas permukaan laut. Bagian tengah merupakan
dataran rendah yang subur dengan ketinggian 6-15 m di atas permukaan laut dan
bagian Selatan merupakan dataran tinggi dan pengunungan yang subur serta
berhawa sejuk dengan ketinggian 16-925 m di atas permukaan laut. Wilayah
Kabupaten Pemalang ini dilintasi dua buah sungai besar yaitu Sungai Waluh dan
Sungai Pemali yang
menjadikan sebagian besar wilayahnya merupakan daerah aliran sungai yang subur (Anonim, 2010).
BAB III
PEMBAHASAN
Prospek
Pengembangan Padi Sidenuk dan Mugibat Dengan Sistem Pertanian Organik di
Kabupaten Pemalang
Penggunaan padi
varietas unggul merupakan salah satu metode perbaikan teknis budidaya yang
sangat erat kaitannya dengan peningkatan produktivitas padi sawah. Varietas
unggul yang digunakan adalah varietas unggul yang berdaya saing tinggi (high yielding variety) (Aryunis dkk,
2008).
Varietas unggul
memberikan manfaat teknis dan ekonomis yang banyak bagi perkembangan suatu
usaha pertanian, diantaranya pertumbuhan tanaman seragam, panen serempak,
rendemen dan mutu hasil lebih tinggi sesuai selera konsumen, tanaman mempunyai
ketahanan tinggi terhadap gangguan hama dan penyakit serta mempunyai daya
adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan sehingga dapat memperkecil biaya
penggunaan input (Aryunis dkk, 2008)
Menurut Suharyanto dkk
(dalam Aryunis, 2008), sekarang ini keunggulan varietas baru semakin beragam
dan atau spesifik, sesuai dengan agroekosistem, permasalahan di lapangan,
lokasi spesifik, dan preferensi konsumen atau pengguna. Berkaitan dengan hal
ini ada varietas yang dilepas berdasarkan keunggulan spesifik dalam
mengantisipasi permasalahan lingkungan tumbuh, seperti tahan kekeringan, tahan
naungan, tahan suhu rendah, tahan hama wereng coklat, tahan penyakit blas, dan
tahan hama lainnya.
Puslitbang Teknologi
Isotop dan Radiasi-BATAN baru-baru ini yaitu pada pertengahan Mei 2011 telah
melepas 2 varietas padi baru, yaitu Sidenuk dan Mugibat (Utomo, 2011).
Keberhasilan pembangunan
pertanian selama ini telah memberikan dukungan yang sangat tinggi terhadap
pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia, namun demikian disadari bahwa
dibalik keberhasilan tersebut terdapat kelemahan-kelemahan yang perlu
diperbaiki. Produksi yang tinggi yang telah dicapai banyak didukung oleh
teknologi yang memerlukan input bahan-bahan
anorganik yang tinggi dan produk-produk kimia lainnya yang berbahaya bagi kesehatan
dengan dosis yang tinggi secara terus-menerus, terbukti menimbulkan banyak
pencemaran yang dapat menyumbang degradasi fungsi lingkungan dan perusakan
sumberdaya alam, serta penurunan daya dukung lingkungan (Sudirja, 2008).
Sehingga perlu dikembangkan sistem pertanian yang ramah lingkungan, yaitu
dengan pertanian organik.
Dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Pemalang Tahun 2011-2031, dalam Pasal 4 disebutkan
bahwa penataan ruang daerah bertujuan untuk mewujudkan ruang
daerah berbasis
pertanian yang didukung oleh sektor perdagangan dan
industri dalam sistem
wilayah terpadu dan berkelanjutan.
Untuk menunjang tercapainya
tujuan penataan ruang Kabupaten Pemalang maka dapat dilakukan dengan
mengembangkan varietas padi unggul dengan sistem pertanian yang berkelanjutan.
Varietas padi unggul yang dapat dikembangkan adalah padi Sidenuk dan Mugibat
yang merupakan produk varitas padi unggul yang terbaru dari BATAN. Beberapa
daerah telah mencoba menanam varietas padi ini, seperti Blitar dan Subang
dengan hasil mencapai 7 ton/Hektare (Arial, 2012). Dengan mengembangkan kedua
varietas padi ini di Kabupaten Pemalang, diharapkan dapat diperoleh hasil yang
sama.
Adapun sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui dan sumberdaya tidak
dapat diperbaharui untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak
negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin yang meliputi penggunaan
sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses
produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan
produk hayati yang ramah lingkungan (Kasumbogo dalam Sudirja, 2008).
Pertanian organik merupakan
salah satu bagian pendekatan pertanian berkelanjutan, yang didalamnya meliputi
berbagai teknik sistem pertanian, seperti tumpangsari (intercropping),
penggunaan mulsa, penanganan tanaman dan pasca panen. Pertanian organik
memiliki ciri khas dalam hukum dan sertifikasi, larangan penggunaan bahan
sintetik, serta pemeliharaan produktivitas tanah (Sudirja, 2008).
The
International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) menyatakan bahwa pertanian organik bertujuan untuk:
(1) menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dengan kuantitas memadai,
(2) membudidayakan tanaman secara alami, (3) mendorong dan meningkatkan siklus
hidup biologis dalam ekosistem pertanian, (4) memelihara dan meningkatkan
kesuburan tanah jangka panjang, (5) menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang
diakibatkan penerapan teknik pertanian, (6) memelihara keragaman genetik sistem
pertanian dan sekitarnya, dan (7) mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis
yang lebih luas dalam sistem usaha tani (Sudirja, 2008).
Berdasarkan hal tersebut maka Kabupaten Pemalang dengan lahan sawah irigasi
seluas 30.299 Hektar dan sawah bukan irigasi seluas 7.316 Hektar (Perda No. 3
Tahun 2011) sangat berpotensi untuk
mengembangkan varietas padi unggul sidenuk dan mugibat dengan sistem pertanian
organik.
BAB
IV
PENUTUP
Berdasarkan
uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa padi Sidenuk dan Mugibat dengan
sistem pertanian organik berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Pemalang
karena merupakan varietas padi unggul dan sistem pertanian organik juga
mendukung implementasi tujuan penataan ruang Kabupaten Pemalang yaitu mewujudkan ruang daerah berbasis pertanian yang didukung oleh sektor perdagangan dan industri dalam sistem wilayah terpadu dan berkelanjutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2010. Kabupaten Pemalang. (On-line). http://wikipedia.org/kabupaten-pemalang
[diakses tanggal 23 Mei 2012]
Aryunis
dkk. 2008. Peningkatan Produksi Padi Melalui Pemanfaatan Varietas Unggul Baru
Hasil Litbang IPTEK Nuklir di Desa Rambah Kecamatan Tanah Tumbuh Kabupaten
Bungo. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
(46): 39-45.
Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2002. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. (On-line). http://litbang.deptan.go.id/prospek-pertanian-organik-di-indonesia
[diakses tanggal 23 Mei 2012]
Darwanto, Dwidjono H. 2005. Ketahanan Pangan Berbasis
Produksi dan Kesejahteraan Petani. Jurnal
Ilmu Pertanian 12 (2): 152-164.
Pemerintah Kabupaten Pemalang. 2011. Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pemalang
Tahun 2011-2031. Pemalang
Siahaan,
N.H.T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi
Pembangunan. Jakarta: Erlangga
Sudirja, Rija. 2008. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis
Sistem Pertanian Organik. Makalah disampaikan dalam acara Penyuluhan Pertanian, KKNM UNPAD Desa Sawit Kec. Darangdan
Kab.Purwakarta, 7 Agustus 2008.
Suhardi,
dkk. 2002. Hutan dan Kebun sebagai Sumber
Pangan Nasional. Yogyakarta: Kanisius
Sumartono.
2010. Pengaruh Sistem Pertanian Organik terhadap Perubahan Produktivitas Lahan,
Hasil Tanaman, dan Pendapatan Petani. Tesis.
Program Magister Sains Ilmu Lingkungan, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto. (Tidak dipublikasikan)
Utomo,
Yunanto Wiji. 2011. Sidenuk dan Mugibat:
Inovasi Terbaru BATAN. (On-line). http://kompas.com/Sidenuk-Mugibat-inovasi-terbaru-batan
[diakses tanggal 29 Mei 2012]
Langganan:
Postingan (Atom)