Kegiatan
manusia hampir selalu menghasilkan sampah (Manurung, 2008). Sampah merupakan buangan padat dan setengah padat yang
dihasilkan dari aktivitas manusia yang tidak disukai atau tidak berguna
(Rudianto et al., 2005). Kuantitas
sampah mencakup berat dan volumenya. Kuantitas sampah perlu diukur untuk
mendapatkan data yang nantinya digunakan untuk membangun sarana dan pengelolaan
sampah yang efektif. Kuantitas sampah dipengaruhi oleh kepadatan penduduk yang
tinggal dipemukiman (Kamis, 2008).
Volume sampah di perkotaan terus meningkat jumlahnya karena peningkatan laju pertumbuhan
penduduk dan
pola konsumsi masyarakat. Disisi lain, kapasitas penanganan sampah yang
dilakukan masyarakat maupun pemerintah daerah belum optimal (Riswan et al., 2009; Sejati, 2009), sehingga permasalahan sampah telah menjadi wacana sosial yang meluas dan
ekstensif, baik bagi pemerintah maupun masyarakat (Saribanon et al., 2008).
Banyumas adalah salah satu kabupaten di Propinsi
Jawa Tengah yang juga tidak luput dari masalah sampah. Volume sampah Kabupaten
Banyumas terus mengalami peningkatan. Rata-rata volume sampah yang terangkut ke
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) setiap harinya sebanyak 2.675 m3/hari (Badan
Lingkungan Hidup, 2010).
Kondisi ini jika terus
dipertahankan tanpa adanya upaya pengurangan volume sampah baik dari sumber
sampah maupun di TPA maka kemungkinan lahan pembuangan akan lebih cepat penuh. Peningkatan
volume sampah menyebabkan kebutuhan lahan penimbunan di TPA semakin meningkat.
Cukup sulit memperoleh lahan yang luas dan memenuhi syarat-syarat untuk TPA di
kota, sehingga TPA terpaksa ditempatkan di pinggiran kota atau bahkan di luar
kota. Hal tersebut mengakibatkan jarak TPS yang umumnya dekat dengan sumber
timbulan terhadap TPA cukup jauh waktu tempuhnya (time trip) dan biaya
transportasi yang dibutuhkan lebih besar akibat jauhnya jarak tersebut.
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 mengamanatkan perlunya
perubahan paradigma yang mendasar dalam pengelolaan sampah yaitu dari paradigma
kumpul –angkut – buang menjadi pengolahan yang bertumpu pada pengurangan sampah
dan penanganan sampah. Kegiatan pengurangan sampah bermakna agar seluruh
lapisan masyarakat, baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat luas
melaksanakan kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang dan
pemanfaatan kembali sampah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Reduce,
Reuse dan Recycle (3R)
melalui upaya-upaya cerdas, efisien dan terprogram (Kementerian Lingkungan
Hidup, 2012a).
Namun kegiatan 3R ini masih menghadapi kendala
utama, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah. Salah satu
solusi untuk mengatasi masalah tersebut yaitu melalui pengembangan Bank Sampah
yang merupakan kegiatan bersifat social engineering yang mengajarkan
masyarakat untuk memilah sampah serta menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam
pengolahan sampah secara bijak dan pada gilirannya akan mengurangi sampah yang
diangkut ke TPA. Pembangunan bank sampah
ini harus menjadi momentum awal membina kesadaran kolektif masyarakat untuk
memulai memilah, mendaur-ulang, dan memanfaatkan sampah,karena sampah mempunyai
nilai jual yang cukup baik, sehingga pengelolaan sampah yang berwawasan
lingkungan menjadi budaya baru Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012a).
Disamping itu peran Bank Sampah menjadi penting
dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang mewajibkan
produsen melakukan kegiatan 3R dengan cara menghasilkan produk dengan
menggunakan kemasan yang mudah diurai oleh proses alam dan yang menimbulkan
sampah sesedikit mungkin, menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur
ulang dan diguna ulang dan/atau menarik kembali sampah dari produk dan kemasan
produk untuk didaur ulang dan diguna ulang.
Bank Sampah dapat berperan sebagai dropping point bagi produsen untuk
produk dan kemasan produk yang masa pakainya telah usai. Sehingga sebagian
tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan sampah juga menjadi tanggungjawab pelaku
usaha. Dengan menerapkan pola ini diharapkan volume sampah yang dibuang ke TPA berkurang. Penerapan prinsip 3R sedekat
mungkin dengan sumber sampah juga diharapkan dapat menyelesaikan masalah sampah
secara terintegrasi dan menyeluruh sehinga tujuan akhir kebijakan Pengelolaan
Sampah Indonesia dapat dilaksanakan dengan baik (Kementerian Lingkungan Hidup,
2012a).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar