Senin, 20 Mei 2013

Pentingnya Bank Sampah



Kegiatan manusia hampir selalu menghasilkan sampah (Manurung, 2008). Sampah merupakan buangan padat dan setengah padat yang dihasilkan dari aktivitas manusia yang tidak disukai atau tidak berguna (Rudianto et al., 2005). Kuantitas sampah mencakup berat dan volumenya. Kuantitas sampah perlu diukur untuk mendapatkan data yang nantinya digunakan untuk membangun sarana dan pengelolaan sampah yang efektif. Kuantitas sampah dipengaruhi oleh kepadatan penduduk yang tinggal dipemukiman (Kamis, 2008).
Volume sampah di perkotaan terus meningkat jumlahnya karena peningkatan laju pertumbuhan penduduk dan pola konsumsi masyarakat. Disisi lain, kapasitas penanganan sampah yang dilakukan masyarakat maupun pemerintah daerah belum optimal (Riswan et al., 2009; Sejati, 2009), sehingga permasalahan sampah  telah menjadi wacana sosial yang meluas dan ekstensif, baik bagi pemerintah maupun masyarakat (Saribanon et al., 2008).
Banyumas adalah salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang juga tidak luput dari masalah sampah. Volume sampah Kabupaten Banyumas terus mengalami peningkatan. Rata-rata volume sampah yang terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) setiap harinya sebanyak 2.675 m3/hari (Badan Lingkungan Hidup, 2010). 
Kondisi ini jika terus dipertahankan tanpa adanya upaya pengurangan volume sampah baik dari sumber sampah maupun di TPA maka kemungkinan lahan pembuangan akan lebih cepat penuh. Peningkatan volume sampah menyebabkan kebutuhan lahan penimbunan di TPA semakin meningkat. Cukup sulit memperoleh lahan yang luas dan memenuhi syarat-syarat untuk TPA di kota, sehingga TPA terpaksa ditempatkan di pinggiran kota atau bahkan di luar kota. Hal tersebut mengakibatkan jarak TPS yang umumnya dekat dengan sumber timbulan terhadap TPA cukup jauh waktu tempuhnya (time trip) dan biaya transportasi yang dibutuhkan lebih besar akibat jauhnya jarak tersebut.
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 mengamanatkan perlunya perubahan paradigma yang mendasar dalam pengelolaan sampah yaitu dari paradigma kumpul –angkut – buang menjadi pengolahan yang bertumpu pada pengurangan sampah dan penanganan sampah. Kegiatan pengurangan sampah bermakna agar seluruh lapisan masyarakat, baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat luas melaksanakan kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang dan pemanfaatan kembali sampah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Reduce, Reuse dan Recycle (3R) melalui upaya-upaya cerdas, efisien dan terprogram (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012a).   
Namun kegiatan 3R ini masih menghadapi kendala utama, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut yaitu melalui pengembangan Bank Sampah yang merupakan kegiatan bersifat social engineering yang mengajarkan masyarakat untuk memilah sampah serta menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam pengolahan sampah secara bijak dan pada gilirannya akan mengurangi sampah yang diangkut ke TPA.  Pembangunan bank sampah ini harus menjadi momentum awal membina kesadaran kolektif masyarakat untuk memulai memilah, mendaur-ulang, dan memanfaatkan sampah,karena sampah mempunyai nilai jual yang cukup baik, sehingga pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan menjadi budaya baru Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012a). 
Disamping itu peran Bank Sampah menjadi penting dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang mewajibkan produsen melakukan kegiatan 3R dengan cara menghasilkan produk dengan menggunakan kemasan yang mudah diurai oleh proses alam dan yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang dan diguna ulang dan/atau menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang dan diguna ulang.   
Bank Sampah dapat berperan sebagai dropping point bagi produsen untuk produk dan kemasan produk yang masa pakainya telah usai. Sehingga sebagian tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan sampah juga menjadi tanggungjawab pelaku usaha. Dengan menerapkan pola ini diharapkan volume sampah yang dibuang ke TPA  berkurang. Penerapan prinsip 3R sedekat mungkin dengan sumber sampah juga diharapkan dapat menyelesaikan masalah sampah secara terintegrasi dan menyeluruh sehinga tujuan akhir kebijakan Pengelolaan Sampah Indonesia dapat dilaksanakan dengan baik (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012a). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar